Pages

Thursday, October 25, 2012

TULISAN ILMIAH

Tulisan 3

BAB I. PENDAHULUAN

           Menulis karya ilmiah tidak sama dengan menulis tulisan popular.  Menulis karya ilmiah mempunyai aturan-aturan dan teknik tertentu yang harus diikuti.  Dalam dunia ilmiah kita ketahui bahwa ilmu dan  pengetahuan didahului oleh ilmu dan pengetahuan sebelumnya, sehingga sebelum menulis tentu didahului dengan mengumpulkan informasi ilmu dan pengetahuan sebelumnya, sehingga menulis tidak dapat dipisahkan dengan membaca.  Dalam dunia perpustakaan istilah pencarian informasi dikenal dengan penelusuran literatur.  Maka beruntunglah pustakawan cukup mempunyai bekal dengan memiliki pengetahuan penelusuran literatur.
           Menulis harus diawali dengan munculnya ide/gagasan tentang suatu topik.  Ide/gagasan muncul bisa dari si penulis sendiri tetapi dapat juga atas permintaan. Gagasan atau ide dapat diciptakan oleh si calon penulis dengan cara membaca situasi/kondisi atau membaca-baca literatur. Selanjutnya adalah tergantung mengembangkan ide dan hasil penelusuran menjadi bermanfaat melalui suatu tulisan.
           Tulisan karya ilmiah sama pentingnya dengan pelaksanaan penelitian karena hasil penelitian yang tidak dituangkan kedalam laporan atau bahkan diterbitkan orang tidak akan tahu apa yang telah dilakukan.  Oleh karena itu menulis harus dipahami oleh orang yang membacanya. Menulis tulisan ilmiah yang efektif tidaklah mudah.  Pada umumnya tulisan yang baik akan  dapat dibaca dan dipahami oleh orang yang bukan bidangnya stsu orang yang baru mempelajarinya.
           Hasil penelitian Hermanto (2004) menunjukkan bahwa faktor penghambat pustakawan  menulis artikel umumnya adalah rendahnya .kemampuan dan minat menulis, hampir seluruh responden yang diteliti menyarankan adanya pelatihan menulis artikel, sedangkan Sulistyo-Basuki (1997) mengatakan bahwa pustakawan yang mengikuti majalah profesi sangat minim sekali. 

BAB II. PEMBAHASAN

Tulisan ini khususnya membahas tentang penulisan ilmiah: faktor penting dan penyiapan dalam penulisan, serta tidak dapat dihindari adanya pengetahuan tentang jenis-jenis terbitan, juga hal-hal yang berkaitan dengan penulisan ilmiah bagi pustakawan.  Makalah ini ditulis dengan tata ururt sebagai berikut :

1. Pendahuluan.
2. Faktor-faktor penting.
3. Penyiapan penulisan ilmiah
4. Format tulisan ilmiah
5. Tahap-tahap membuat tulisan ilmiah.
6. Perbedaan penerbitan ilmiah dan populer
7. Angka kredit karya Ilmiah dan bagi pustakawan.
8. Penutup.

Sebelum membahas lebih jauh, perlu persamaan pemahaman terlebih dahulu tentang batasan karya tulis ilmiah, karya ilmiah, dan karya tulis populer.

Karya tulis ilmiah adalah
           Tulisan yang disusun oleh orang atau sekelompok orang (tim) yang melakukan penelitian/kajian. Karya ini mempunyai bertujuan menjelaskan secara akurat prosedur/metode yang berlaku dan menyajikan hasil penelitian .  Karya ini ditulis dengan format standard: abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, serta daftar pustaka.

Contoh:
Laporan penelitian
Skripsi
Tesis/Disertasi
Tugas akhir
Makalah hasil penelitian

2. Faktor-faktor Penting

    Faktor-faktor penting dari sebuah tulisan ilmiah yang dapat dibaca dan dimanfaatkan oleh pembaca (masyarakat ilmiah/non ilmmiah) antara lain :
Kemampuan berbahasa tertulis : dengan menggunakan bahasa yang benar
Topiknya:
 up to date dan atau sesuai dengan keinginan dan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat pembaca, memberikan solusi bukan hasil karya orang lain/meniru bahkan menjiplak Bahasanya mudah dimengerti oleh pembaca
Tata cara penulisan sesuai kaidah penulisan ilmiah dan konsisten
Penetapan judul
Penulisan kalimat
Penyusunan paragraf
Kesinambungan antar paragraf
Tujuan menulis
Pengumpulan data
Penelusuran
Penulisan sumber serta cara pengutipan:
Referensi yang digunakan tidak ketinggalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

3. Penyiapan Penulisan Ilmiah

    Suatu tulisan ilmiah akan dibaca oleh orang lain, bahkan akan diguanakan sebagai acuan dalam sebuah penulisan.  Dalam ilmu perpustakaan dikenal dengan istilah sitiran.  Penggunaan sumber referensi tulisan orang berarti menyitir (citing), sedangkan tulisan yang digunakan sebagai acuan dinamakan disitir (Cited).  Oleh sebab itu sebelum memulai menulis diperlukan persiapan terlebih dahulu, berikut adalah petunjuk penyiapan penulisan ilmiah:

Mengorganisir informasi Mengumpulkan seluruh karya atau informasi yang berkaitan dalam suatu map
Mengidentifikasi pembaca: Karya yang akan ditulis sangat ditentukan oleh tingkat pemahaman dan minat pembaca.
Menetapkan tujuan:  Menentukan subjek, masalah khusus yang menjadi isue,  apa yang telah  dihasilkan pada karya terdahulu, metode apa yang akan digunakan untuk          mencapai tujuan.
Membuat outline:  Biasanya satu atau dua halaman akan merinci atau membagi item menjadi   item yang lebih kecil.  Selain itu juga untuk menghindari overlaping isi tulisan.
Kejelasan Tulisan yang tidak rapi, membingungkan, mengaburkan dan menyesatkan            pembaca hampir pasti akan berdampak yang buruk pada masyarakat  ilmiah
Kejujuran dan kepercayaan Dengan membaca artikel yang ditulis diharapkan akan menambah  pengetahuan dan pengalaman bagi pemcacanya. Hindari istilah yang menyangatkan atau luar biasa.
Penyusunan draf pertama kemudian dikoreksi ulang selanjutnya penyelesaian akhir penulisan 

BAB III. DAFTAR PUSTAKA


KARYA ILMIAH


Tulisan 2

BAB I. PENDAHULUAN

Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu hal dan untuk membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan. Maka sudah selayaknyalah, jika tulisan ilmiah sering mengangkat tema seputar hal-hal yang baru (aktual) dan belum pernah ditulis orang lain.
Jikapun, tulisan tersebut sudah pernah ditulis dengan tema yang sama, tujuannya adalah sebagai upaya pengembangan dari tema terdahulu. Disebut juga dengan penelitian lanjutan. Tradisi keilmuan menuntut para calon ilmuan (mahasiswa) bukan sekadar menjadi penerima ilmu.
Akan tetapi sekaligus sebagai pemberi (penyumbang) ilmu. Dengan demikian, tugas kaum intelektual dan cendikiawan tidak hanya dapat membaca, tetapi juga harus dapat menulis tentang tulisan-tulisan ilmiah. Apalagi bagi seorang mahasiswa sebagai calon ilmuan wajib menguasai tata cara menyusun karya ilmiah. Ini tidak terbatas pada teknik, tetapi juga praktik penulisannya. Kaum intelektual jangan hanya pintar bicara dan “menyanyi” saja, tetapi juga harus gemar dan pintar menulis.


BAB II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Karya Ilmiah
Istilah karya ilmiah disini adalah mengacu kepada karya tulis yang menyusun dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Di lihat dari panjang pendeknya atau kedalaman uraiaan, karya tulis ilmiah dibedakan atas makalah (paper) dan laporan penelitian. Dalam penulisan, baik makalah maupun laporan penelitian, didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Penyusunan dan penyajian karya semacam itu didahului oleh studi pustaka dan studi lapangan ( Azwardi, 2008 : 111). Finoza dalam Alamsyah (2008 : 98) mengklasifikasikan karangan menurut bobot isinya atas 3 jenis, yaitu (1) karangan Ilmiah, (2) karangan semi ilmiah atau ilmiah populer, dan (3) karangan non ilmiah. Yang tergolong ke dalam karangan ilmiah antara lain makalah, laporan, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semi ilmiah antara lain adalah artikel, editorial, opini, feuture, reportase; yang tergolong dalam karangan non ilmiah antara lain anekdot, opini, dongeng, hikayat, cerpen, novel, roman, dan naskah drama.
Ketiga jenis karangan tersebut memiliki karektiristik yang berbeda. Karangan ilmiah memiliki aturan baku dan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkut metode dan penggunaan bahasa. Sedangkan karangan non ilmiah adalah karangan yang tidak terikat pada karangan baku; sedangkan karangan semi ilmiah berada diantara keduanya. Sementara itu, Yamilah dan Samsoerizal (1994 : 90) memaparkan bahwa ragam karya ilmiah terdiri atas beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Menurut pengelompokan itu , dikenal ragam karya ilmiah seperti ; makalah, skripsi, tesis, dan disertasi.

A.   Jenis-jenis Karya Ilmiah

            Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa jenis karya ilmiah yang disajikan dalam tulisan ini terdiri dari artikel, makalah dan laporan penelitian.  Artikel adalah hasil karya tulis yang dirancang untuk dimuat dalam jurnal atau buku kumpulan artikel, penulisannya menggunakan tata cara ilmiah dengan pedoman yang ada. Artikel dapat berupa hasil penetian lapangan, hasil pemikiran murni penulis dari sebuah kajian pustaka, atau hasil pengembangan proyek. Dari segi sistematika penulisannya, artikel dikelompokkan menjadi artikel hasil penelitian dan artikel nonpenelitian.
            Karya ilmiah yang lain adalah makalah, makalah dibuat berupa hasil pemikiaran  sistematis dan runtut dengan analisis yang logis dan tidak berpihak (objektif). Selain artikel dan makalah, jenis karya ilmiah yang lain adalah adalah laporan penelitian. Sesuai dengan namanya maka laporan penelitian berupa pemaparan tentang proses dan hasil yang diperoleh dari suatu kegiatan penelitian. Penelitian yang dilakukan dapat bersifat kuantintatif atau kualitatif.

C. Metode Pembuatan Makalah
            Salah satu tujuan penulisan makalah adalah untuk meyakinkan pembaca bahwa topik yang ditulis dengan disertai penalaran logis dan pengorganisasian yang sistematis memang perlu diketahui dan diperhatikan. Makalah sebagai karya ilmiah memiliki ciri-ciri objektif, tidak memihak, berdasarkan fakta, sistematis dan logis. Sehingga baik tidaknya suatu makalah dapat diamati dari signifikansi masalah atau topik yang dibahas, kejelasan tujuan pembahasan, logis tidaknya pembahasan dan kejelasannya.
            Berdasarkan sifat dan jenis penalaran yang digunakan, makalah dibedakan menjadi tiga macam yaitu, makalah deduktif, induktif dan makalah campuran. Makalah deduktif merupakan makalah yang penulisannya didasarkan pada kajian teori yang relevan dengan masalah yang dibahas, makalah induktif ditulis berdasarkan data empiris di lapangan yang relevan dengan masalah yang dibahas, sedangkan makalah campuran adalah makalah yang penulisannya didasarkan pada kajian teoritis yang digabungkan dengan data empiris di lapangan.
            Secara garis besar makalah tidak lebih dari 20 halaman, isi dan sistematikanya meliputi bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari halaman sampul, daftar isi, dan daftar tabel atau gambar (jika ada). Bagian inti terdiri dari pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan makalah, masalah atau topik pembahasan, tujuan penulisan makalah. Bagian inti makalah yang lain adalah teks utama, dan penutup. Sedangkan bagian akhir berisi daftar rujukan dan lampiran (jika ada).

Isi Bagian Awal 
Halaman Sampul
Halaman sampul memuat judul makalah, keperluan atau maksud ditulisnya makalah, tempat dan waktu penulisan makalah.

Daftar Isi
Daftar isi memberikan panduan dan gambaran tentag garis besar isi makalah, sehingga pembaca dapat dengan mudah menemukan bagian-bagian yang dianggap penting dan membangun makalah. Penulisan daftar isi menggunakan spasi tunggal dan jarak antar bagian ditulis 2 spasi

Daftar Tabel dan Gambar
Daftar tabel dan gambar bersifat fakultatif (bukan keharusan), hal ini dimaksudkan bahwa tidak semua makalah memerlukan tabel dan gambar.

Isi Bagian Inti
Bagian inti terdiri atas tiga unsur pokok yaitu pendahuluan, teks utama (pembahasan topik-topik) dan penutup. Penulisan sistematikanya memiliki beberapa alternatif pilihan, yaitu:
1.      Penulisan dengan menggunakan angka Romawi atau Arab.
2.      Menggunakan angka yang dikombinasikan dengan abjad
3.      Tanpa menggunakan angka atau abjad.

Pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi penjelasan tentang latar belakang penulisan makalah atau topik bahasan beserta batasannya, dan tujuan penulisan makalah.
Penulisan bagian pendahuluan dapat dilakukan dengan dua cara:

Cara pertama
1. Pendahuluan
    1.1 Latar Belakang
    1.2 Masalah dan Topik Bahasan
    1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Cara kedua
Tanpa penomoran dan subbagian, untuk membedakannya antara masing-masing paparan cukup dengan penggantian paragraf.

Teks Utama
Berisi pembahasan topik-topik makalah, isinya bervariasi bergantung pada topik yang dibahas. Jika dibahas tiga topik, maka ada tiga pembahasan dalam bagian teks utama.

Penutup
Bagain penutup berisi kesimpulan dan saran.

Isi Bagian Akhir 
Bagian akhir berisi daftar rujukan dan lampiran-lampiran jika ada

Daftar Rujukan
Daftar rujukan dibuat sepert halnya dalam pembuatan artikel dengan mencantumkan sumber penulisan makalah. 

Lampiran
Lampiran berisi hal-hal yang bersifat pelengkap yang dimanfaatkan dalam proses  penulisan makalah, hal yang dimaksud dapat berupa data (dapat kuantitif atau kualitatif) atau hal lain tidak dimasukkan dalam batang tubuh makalah. Bagian lampiran juga diberi nomor halaman.


BAB III. KESIMPULAN
Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu hal dan untuk membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan. Maka sudah selayaknyalah, jika tulisan ilmiah sering mengangkat tema seputar hal-hal yang baru (aktual) dan belum pernah ditulis orang lain.


BAB IV. DAFTAR PUSTAKA
Makalah “Teknik Penulisan Karya Ilmiah” oleh Dwi Purnomo

PENALARAN DEDUKTIF


Tulisan 1

BAB I. PENDAHULUAN
         
Sehari-hari pasti kita kerap kali mendengar kata “nalar” atau “penalaran”. Kalau saya pribadisering mendengar kata nalar itu sendiri saat saya mengikuti ekskul Paskibraka di SMP dulu,dimana senior-senior saya seringkali mengajarkan Gerak PBB (Peraturan Baris Berbaris) itudengan banyak variasi gerakan setiap harinya dan saya sebagai salah satu anggotanya dituntutuntuk cepat tanggap dalam menerima setiap gerakan baru dan cepat untuk menghafalnya. Mereka mengajarkan sedikit otoriter dan dengan gaya khas bicara mereka menyebutkan “Nalar yah kalaudikasih tau, jangan sampai ada kesalahan terulang!!”. Hingga akhirnya sampai saat ini saya berkesimpulan bahwa “nalar” itu dimaksudkan untuk seberapa cermat sih kemampuan berfikir dan pemahaman sesorang terhadap suatu hal baru atau permasalahan yang ada
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik)yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi (proposisi yang sejenis), berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.Proses inilah yang disebut me-Nalar Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkangaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

BAB II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Penalaran Deduktif
Dalam dasar penalaran logika tedapat dua jenis yang perlu anda ketahui yakni penalaran deduktif dan penalaran induktif. Bahasan yang ingin saya sampaikan adalah penalaran deduktif yang kadang disebut logika deduktif, penalaran ini membangun atau mengevaluasi argumen secara deduktif. Dimana, argumen ini dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Melalui premis “benar” ataupun “salah” dapat ditarik suatu kesimpulan yang lebih spesifik. Penalaran deduktif ini mengambil suatu kesimpulan dari data yang bersifat umum kemudian ditarik suatu kesimpulan yang didasarkan pada pemikiran logika dan sifatnya lebih spesifik.

B. Jenis- jenis Penalaran Deduktif
Conditional Reasoning atau Propositional Reasoning ( Penalaran Bersyarat atau Penalaran Proposisional )
→ Menjelaskan hubungan antar kondisi yang ada.
Contoh :
·   “Jika rembulan bersinar, saya dapat melihat tanpa senter”
·   “ Saya tidak dapat melihat tanpa senter”
·   “ Jadi rembulan tidak bersinar”
Hubungan ini disebut sebagai hubungan “Jika……………Maka…….”

Sylogism Reasoning (Penalaran Silogisme)
→ Melibatkan jumlah seperti “semua”, “beberapa”, “tidak ada”, atau  pernyataan “benar/salah”, “tidak tentu”, seperti contoh berikut :
§  “Beberapa bankir adalah lulusan universitas”
§  “Beberapa lulusan universitas adalah orang yang ramah”
§  “Jadi, beberapa bankir adalah orang yang ramah”
Menurut Matlin (1994) : penalaran deduktif dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan kesadaran.

C. Faktor – faktor dalam penalaran deduktif
Antara Lain ada 3 yaitu:

1. Terdapat pada kalimat utama,
2. Penjelasannya berupa hal-hal yang umum,
3. Kebenarannya jelas dan nyata.


BAB III. KESIMPULAN
Penalaran deduktif yang disebut juga sebagai logika deduktif, penalaran ini membangun atau mengevaluasi argumen secara deduktif. Dimana, argumen ini dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Melalui premis “benar” ataupun “salah” dapat ditarik suatu kesimpulan yang lebih spesifik. Penalaran deduktif ini mengambil suatu kesimpulan dari data yang bersifat umum kemudian ditarik suatu kesimpulan yang didasarkan pada pemikiran logika dan sifatnya lebih spesifik.


BAB IV. DAFTAR PUSTAKA

MAKNA DENOTATIF

Tugas 3

Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). makna yang sebenarnya yang sama dengan makna lugas untuk menyampaikan sesuatu yang bersifat faktual. Makna pada kalimat yang denotatif tidak mengalami perubahan makna. Umpama kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
Contoh :
Ibu  membeli susu sapi di peternakan dekat rumah.
Dokter bedah itu sering berpartisipasi dalam sunatan masal.
Ayah membeli kambing hitam di pasar
Dari contoh kalimat di atas sudah sangat jelas terlihat bahwa kalimat itu merupakan makna yang sebenarnya.
Makna denotatif (referensial) ialah makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau makna dasarnya.
Contoh:
merah    : warna seperti warna darah.
ular       : binatang menjalar, tidak berkaki, kulitnya bersisik.
Makna konotatif (evaluasi) ialah makna tambahan terhadap makna dasarnya yang berupa nilai rasa atau gambar tertentu.
Contoh:
Makna dasar                                        Makna tambahan
(denotasi)                                                  (konotasi)
merah    : warna   ……………………….  berani; dilarang
ular: binatang  …………………….............menakutkan/ berbahaya

Sumber :

MAKNA KONOTATIF


Tugas 2

Makna konotasi adalah makna yang bukan sebenarnya yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi yang mengalami penambahan. Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ”nilai rasa”, baik positif maupun negatif.  Konotasi positif yaitu konotasi yang mengandung nilai rasa lebih tinggi, baik, halus, sopan dan menenangkan. Konotasi negatif yaitu konotasi yang mengandung nilai rasa rendah, jelek, kasar, kotor, dan tidak sopan


     Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti ’cerewet’, tetapi sekarang konotasinya positif. 

Memang, kata binatang menempati porsi yang cukup besar dalam penggunaan kata, frasa, atau istilah yang bermakna konotatif. Beberapa contoh di antaranya adalah Macan Bekasi, Singa Asia, Tenaga Kuda, Ayam Kampus, Ayam Sayur, Tikus Kantor, Macan Ompong, Kuda Hitam, Kupu-kupu Malam, Cacing Kepanasan, Malu-malu Kucing, Wajah Serigala, Kaki Gajah, Cinta Monyet, dan sebagainya. Beberapa contoh frasa idiomatik di atas terbagi kepada dua kelompok yaitu konotasi positif dan konotasi negatif. Yang termasuk konotasi positif seperti Macan Bekasi, Singa Asia, Tenaga Kuda, dan Kuda Hitam. Sedangkan sisanya berkonotasi negatif. Asal-muasal penggunaan frasa idiomatik tersebut sepertinya karena tiga hal yaitu (1) menyindir, (2) menutupi, atau (3) perilaku eufemis
Contoh :
1. Rani  terlihat malu malu kucing saat ditanyai tentang pacarnya oleh ibundanya. ( maksud malu malu kucing dalm kalimat diatas bahwa rani malu malu atau canggung dalam menjawab pertanyaan ibunya)
2. Bu Marcella sangat sedih karena terjerat hutang lintah darat (lintah darat dalam kalimat tersebut disebut sebagai rentenir)
3. Ayah dijadikan kambing hitam dalam kasus di kantornya."kata kambing pada kalimat tersebut bermakna tersangka pada perkara kejahatan yang tidak dilakukan ( kata kambing pada kalimat tersebut merupakan kata frase )
4. Semua pemuda mengagumi bunga desa anak pak Lurah. Kata bunga desa pada kalimat diatas mengandung makna tidak sebenarnya, karena arti  bunga desa pada kalimat diatas adalah gadis cantik.
5. Para pejabat berusaha cuci tangan dari masalah korupsi (maksud dari kalimat tersebut bahwa pejabat berusaha menghilangkan bukti dari kasus korupsi yang sudah ia perbuat)

Sumber :

KARANGAN ILMIAH

TUGAS 1

Dalam buku yang di tulis Drs.Totok Djuroto dan Dr. Bambang Supriyadi disebutkan bahwa karya ilmiah merupakan serangkaian kegiatan penulisan berdasarkan hasil penelitian, yang sistematis berdasar pada metode ilmiah, untuk mendapatkan jawaban secara ilmiah terhadap permasalahan yang muncul sebelumnya.
Menurut Brotowidjoyo, karya ilmiah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut Metodologi penulisan yang baik dan benar.
Menurut Hery Firman, karya ilmiah adalah laporan tertulis dan dipublikasikan dipaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Dari berbagai macam pengertian karya ilmiah di atas dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud karya ilmiah adalah, suatu karangan yang berdasarkan penelitian yang ditulis secara sistematis, berdasarkan fakta di lapangan, dan dengan menggunakan pendekatan metode ilmiah.
Karya ilmiah, suatu tulisan yang didalamnya membahas suatu masalah. Pembahasan itu dilakukan berdasarkan penyedikan, pengamatan, pengumpulan data yang dapat dari suatu penelitian,baik penelitian lapangan, tes labolatorium ataupun kajian pustaka. Maka dalam memaparkan dan menganalisis datanya harus berdasarkan pemikiran ilmiah,yang dikatakan dengan pemikiran ilmiah disini adalah pemikiran yang logis dan empiris.
Karya ilmiah (scientific paper) adalah laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.Karangan ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis, disajikan secara objektif dan jujur, dengan menggunakan bahasa baku, serta didukung oleh fakta, teori, dan atau bukti-bukti empirik.
Terdapat berbagai jenis karangan ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium , artikel jurnal, yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan (referensi) bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya.

A.   CIRI-CIRI KARANGAN ILMIAH
Dalam karangan ilmiah ada 4 aspek yang menjadi karakteristik utamanya, yaitu :

STRUKTUR SAJIAN
Struktur sajian karya ilmiah sangat ketat, biasanya terdiri dari bagian awal (pendahuluan), bagian inti (pokok pembahasan), dan bagian penutup. Bagian awal merupakan pengantar ke bagian inti, sedangkan inti merupakan sajian gagasan pokok yang ingin disampaikan yang dapat terdiri dari beberapa bab atau subtopik. Bagian penutup merupakan simpulan pokok pembahasan serta rekomendasi penulis tentang tindak lanjut gagasan tersebut.

KOMPONEN Dan SUBSTANSI
Komponen karya ilmiah bervariasi sesuai dengan jenisnya, namun semua karya ilmiah mengandung pendahuluan, bagian inti, penutup, dan daftar pustaka. Artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal mempersyaratkan adanya abstrak.

SIKAP PENULIS
Sikap penulis dalam karya ilmiah adalah objektif, yang disampaikan dengan menggunakan gaya bahasa impersonal, dengan banyak menggunakan bentuk pasif, tanpa menggunakan kata ganti orang pertama atau kedua.

PENGGUNAAN BAHASA
Bahasa yang digunakan dalam karya ilmiah adalah bahasa baku yang tercermin dari pilihan kata/istilah, dan kalimat-kalimat yang efektif dengan struktur yang baku.

Adapun Ciri ciri karya ilmiah(Oleh: Masnur Muslich)
OBJEKTIF 
Keobjektifan ini menampak pada setiap fakta dan data yang diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak dimanipulasi. Juga, setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-
BUKTI 
Yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapa pun dapat mengecek kebenaran dan keabsahanya.
NETRAL 
Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat ‘mengajak’, ‘membujuk’, atau ‘mempengaruhi’ pembaca dihindarkan.
SISTEMATIS 
Uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan sebagainya. Dengan cara demkian, pembaca akan bisa mengikutinya dengan mudah alur uraiannya.
LOGIS
Kelogisan ini bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif atau deduktif. Kalau bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data
MENYAJIKAN FAKTA 
(bukan emosi atau perasaan). Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu menyajikan fakta. Oleh karena itu, pernyataan atau ungkapan yang emosional (menggebu-gebu seperti orang berkampanye, perasaan sedih seperti orang berkabung, perasaan senang seperti orang mendapatkan hadiah, dan perasaan marah seperti orang bertengkar) hendaknya dihindarkan.

B.    JENIS-JENIS KARANGAN ILMIAH
Adapun jenis – jenis karya ilmiah, yaitu :

•   SKRIPSI
Skripsi adalah karya tulis (ilmiah) mahasiswa untuk melengkapi syarat mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi ditulis berdasarkan pendapat (teori) orang lain. Pendapat tersebut didukung data dan fakta empiris-objektif, baik berdasarkan penelitian langsung; observasi lapanagn atau penelitian di laboratorium, atau studi kepustakaan. Skripsi menuntut kecermatan metodologis hingga menggaransi ke arah sumbangan material berupa penemuan baru.

•  TESIS
Tesis adalah jenis karya ilmiah yang bobot ilmiahnya lebih dalam dan tajam dibandingkan skripsi. Ditulis untuk menyelesaikan pendidikan pascasarjana. Dalam penulisannya dituntut kemampuan dalam menggunakan istilah tehnis; dari istilah sampai tabel, dari abstrak sampai bibliografi. Artinya, kemampuan mandiri —sekalipun dipandu dosen pembimbing— menjadi hal sangat mendasar. Sekalipun pada dasarnya sama dengan skripsi, tesis lebih dalam, tajam, dan dilakukan mandiri.

•   DISERTASI
Disertasi ditulis berdasarkan penemuan (keilmuan) orisinil dimana penulis mengemukan dalil yang dibuktikan berdasarkan data dan fakta valid dengan analisis terinci. Disertasi memuat penemuan-penemuan baru, pandangan baru yang filosofis, tehnik atau metode baru tentang sesuatu sebagai cerminan pengembangan ilmu yang dikaji dalam taraf yang tinggi.

•   MAKALAH
Makalah dibuat melalui kedua cara berpikir tersebut. Tetapi, tidak menjadi soal manakala disajikan berbasis berpikir deduktif (saja) atau induktif (saja). Yang penting, tidak berdasar opini belaka. Makalah, dalam tradisi akademik, adalah karya ilmuwan atau mahasiswa yang sifatnya paling ’soft’ dari jenis karya ilmiah lainnya. Sekalipun, bobot akademik atau bahasan keilmuannya, adakalanya lebih tinggi. Misalnya, makalah yang dibuat oleh ilmuwan dibanding skripsi mahasiswa. Makalah mahasiswa lebih kepada memenuhi tugas-tugas pekuliahan. Karena itu, aturannya tidak seketad makalah para ahli. Bisa jadi dibuat berdasarkan hasil bacaan tanpa menandemnya dengan kenyataan lapangan.

Sumber :

Saturday, May 5, 2012

HAK KONSUMEN YANG DI LANGGAR OLEH PELAKU BISNIS

BAB 1
PENDAHULUAN
 
Konsumen adalah raja. Itulah pepatah bijak yang acap kita dengar. Tentu pepatah itu punya makna mulia.Konsumen, sebagai pengguna akhir barang/jasa, berposisi lebih tinggi dibanding pelaku usaha, sebagai penyedia barang/jasa. Namun, dalam realitas, hak-hak konsumen sering dimarginalkan. Bukan hanya oleh pelaku usaha, tapi juga oleh kebijakan negara yang tidak berpihak pada kepentingan konsumen. Bahkan tidak sedikit kebijakan negara yang justru mereduksi hak-hak dasar masyarakat konsumen.Terganggunya pasokan dan harga yang melambung pada kebutuhan pokok adalah bukti bahwa negara gagal total terhadap perilaku pasar yang liar dan distortif.
Itu pada konteks permasalahan makro. Belum lagi pada konteks permasalahan mikro empiris, pelanggaran hak-hak konsumen pun seolah menjadi pemandangan yang amat jamak. Pada konteks permasalahan mikro inilah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mewadahi dan menjembatani hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha, yaitu menerima pengaduan konsumen.
BAB 2
PEMBAHASAN
Pada 2010,YLKI menerima 539 kasus pengaduan konsumen. Jumlah ini mengalami peningkatan karena pada 2009 jumlah pengaduan yang diterima oleh Bidang Pengaduan YLKI hanya 501. Berturut-turut adalah “lima besar”pengaduan, yaitu jasa telekomunikasi (93 kasus, 22,4 persen), jasa perbankan (79 kasus, 19 persen), sektor perumahan (75 kasus, 18 persen), ketenagalistrikan (75 kasus, 18 persen), dan jasa transportasi (35 kasus, 8,7 persen). Sedangkan pengaduan yang lainnya berkisar masalah kualitas pelayanan PDAM yang masih buruk (27 kasus, 6,5 persen), masalah trik dagang (17 kasus, 4,7 persen), masalah leasing sepeda motor (17 kasus, 4,7 persen), dan sektor otomotif (11 kasus, 2,6 persen).
Jika dielaborasi lagi, pengaduan dari tiap sektor adalah, pengaduan jasa telekomunikasi didominasi oleh fenomena “perampokan” pulsa oleh operator seluler dan atau content provider yang berkolaborasi dengan operator seluler. Konsumen tidak berlangganan fitur tertentu, tetapi pulsa dipotong. Atau, sekalipun berlangganan, ketika konsumen ingin berhenti (karena merasa dijebak, ditipu), dan telah melalui mekanisme berhenti berlangganan secara benar (“unreg”), upaya tersebut sering gagal. Patut diduga, pihak operator seluler sengaja mempersulit proses “unreg”dimaksud. Ironisnya, Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI), yang seharusnya mempunyai otoritas penuh, toh terbukti tidak mampu berbuat banyak untuk menjewer operator nakal.
Kedua, jasa perbankan. Persoalan klasik yang membelit konsumen perbankan adalah masalah kartu kredit. Pengaduan yang dominan adalah, selain masalah debt collector yang acap melakukan tindakan premanisme kepada konsumen, adalah konsumen yang tidak mampu membayar tagihan kartu kredit. Kasus gagal bayar boleh jadi merupakan kesalahan konsumen sebagai nasabah bank. Namun hal ini lebih dipicu oleh longgarnya pihak bank dalam menerbitkan kartu kredit. Kini pemasaran kartu kredit begitu gencarnya, hanya berbekal kartu tanda penduduk, konsumen sudah bisa mengantongi “kartu utang”tersebut. Pihak bank praktis tidak melakukan analisis memadai, apakah konsumen layak mengantongi kartu kredit atau sebaliknya. Seharusnya Bank Indonesia mempunyai standar yang jelas untuk menertibkan pemasaran kartu kredit yang cenderung “mengelabui” konsumen.
Ketiga, pengaduan perumahan, mayoritas seputar keterlambatan serah-terima rumah, sertifikasi, mutu bangunan yang tidak sesuai, informasi marketing yang menyesatkan, serta tidak adanya fasilitas umum dan sosial. Bahkan masih banyak pengaduan perumahan yang amat ekstrem, yaitu pembangunan rumah tidak terealisasi. Ada-ada saja alasan pihak developer yang gagal membangun rumahnya, mulai dari terganjal perizinan (IMB, amdal), hingga kesulitan ekonomi yang mengakibatkan developer jatuh pailit. Lagi-lagi ironi terjadi, karena negara tidak bisa mempunyai regulasi yang cukup untuk melindungi konsumen perumahan. Contohlah negeri jiran Malaysia, yang menerapkan kebijakan bahwa developer dilarang menjual rumah sebelum rumahnya dibangun (ready stock). Bedanya di Indonesia; developer boleh menjual rumahnya, sekalipun rumahnya belum dibangun (sistem inden). Akibatnya, developer kabur, dan konsumen pun melongo.
Berikut ini adalah hak yang sering dilanggar pelaku bisnis
1.      Hak atas kenyamanan
2.      Hak untuk memilih
3.      Hak atas informasi
4.      Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
5.      Hak untuk mendapat pendidikan
6.      Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif
7.      Hak untuk mendapatkan ganti rugi
8.      Hak yang diatur dalam perundang-undangan lainnya
BAB 3
PENUTUP
Terkait dengan hal ini, ada dua kemungkinan: belum optimalnya spirit untuk mengadu dari konsumen; dan makin banyaknya akses pengaduan yang dilakukan oleh lembaga konsumen swadaya masyarakat. kehadiran negara untuk memberi perlindungan yang utuh kepada konsumen selaku warga negara praktis belum terasakan. Kehadiran negara hanya bersifat reaktif, bahkan dalam banyak kasus negara justru kompromistis-kolaboratif dengan pelaku usaha.
 
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/hak-konsumen-yang-dilanggar/

Mengajak Petani Berbisnis Agar Usaha Mereka Maju

BAB 1
PENDAHULUAN
 
Sampai saat ini, petani umumnya hanya melakukan aktivitas rutin untuk memproduksi komoditi yang latah. Petani mau mengubah pola pikir bertani jika sudah ada bukti. Perubahan ini tidak seperti membalikkan telapak tangan.
BAB 2
PEMBAHASAN
 
Agus Wiryana, salah seorang praktisi sekaligus pengamat pertanian, Rabu (7/3) kemarin menerangkan, sampai saat ini petani sangat sulit mengubah pola pikir demi kemajuan. Karakter petani kuat. Mereka sulit diajak mengubah pola tanam, komoditi yang dibudidayakan dan sebagainya.
Seseorang datang ingin mengajak petani mengembangkan komoditi tertentu yang memiliki pasar jelas. Namun petani tidak mudah menerimanya. “Perlu waktu dan teknik pendekatan. Kalau sudah ada bukti, semua petani sekitarnya akan mudah bergabung,” katanya.
Beberapa bulan lalu, pihaknya ingin bekerja sama dengan pembudi daya ikan nila. Pengumpulan data saja tidak mudah, semua petani ikan nila tertutup sehingga diperlukan pendekatan khusus. Ternyata, pembudi daya ikan nila kekurangan benih. Selama ini benih yang didapat baru 25 persen dari kebutuhan. “Maka itu, kami sekarang ini melakukan kerja sama penyediaan benih. Masalah pemasaran hasil ikan nila masih teratasi,'' katanya. 
Widhiarta pengamat pertanian lainnya menyatakan, untuk melibatkan petani harus ada bukti. Pembuktian inilah menjadi kendala karena perlu waktu dan hasilnya harus kontinyu. Selama ini, petani yang memproduksi padi diajak membudidayakan pepaya, cabai dan lain sebagainya sangat sulit. Mereka perlu bukti. Hasil budi daya yang baru tersebut pasarnya prospektif.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Denpasar, Ir. AA Gde Bayu Brahmastha, MMA. mengatakan, mengubah pola pikir petani/peternak/nelayan memang sulit. Akan tetapi, cara pendekatan akan memudahkan pembinaan.
Selama ini melakukan pembinaan dengan mengajak petani umumnya melihat sentra atau demplot yang sudah ada. Pembelajaran langsung tersebut akan memudahkan untuk memberikan pembelajaran baru secara nyata.
Contoh lainnya, berangkat dari mimpi untuk mandiri, para petani kentang di Dataran Tinggi Dieng pun memunculkan gagasan ekonomi kerakyatan. Dan, kini, mimpi itu terwujud. Ya, kini, mereka memiliki lembaga perbankan yang kuat berupa koperasi peduli masyarakat atau kopmas. Koperasi beranggota ribuan orang petani itu memiliki kekayaan miliaran rupiah.
Padahal, kali pertama menghimpun dana mereka hanya mampu mengumpulkan modal awal Rp 15 juta dari iuran. Sumekto Hendro Kustanto (46) adalah orang paling berpengaruh dan menjadi pemrakarsa pendirian koperasi itu. Dia merangkul seluruh kepala desa di Kecamatan Kejajar untuk bersatu dengan tujuan sama: memandirikan petani. Dia menuturkan gagasan mendirikan koperasi muncul pertengahan 2003. Ya, pegawai negeri sipil di Kejajar itu memiliki ide-ide yang acap tergolong liar dan tak kenal batas. ’’Sekarang koperasi itu sudah berkembang.
Saya sangat bersyukur,’’katanya. Dia menyatakan pengembangan koperasi berbasis petani di Wonosobo salah satu solusi tepat. Sebab, pelaku usaha daerah Dieng didominasi para petani sehingga tak sepantasnya petani hanya menjadi objek perbankan dan tak bisa menjadi penggerak. Usai membentuk koperasi, dia mengumpulkan para pemangku kebijakan. Pelatihan manajemen pengelolaan koperasi, pembukuan keuangan, dan strategi penyelenggaraan koperasi serba-usaha mandiri merupakan langkah awal untuk mewujudkan koperasi berbasis petani itu. ’’Orang-orang yang dulu jadi pengurus progam PNPM Mandiri desa keluar,’’ ujar dia.
Optimistis Waktu itu, Sumekto optimistis banyak sumber daya manusia di sekitar Dieng yang mampu mengelola koperasi. Sebagian di antara mereka adalah sarjana ekonomi, juragan kentang, dan perangkat desa yang rata-rata mempunyai lahan pertanian. Model transaksi di koperasi ini, kata dia, berlandaskan kepercayaan. Artinya, petani yang meminjam uang tak perlu menggunakan agunan atau jaminan seperti di bank. Untuk menggalang dana koperasi, setiap anggota menanamkan modal bervariasi antara Rp 1 juta dan tak terbatas. Para dermawan dan juragan kentang yang mapan diperbolehkan investasi dengan sistem bagi hasil yang jelas. Tak kalah menarik adalah model penagihan utang bagi nasabah yang ngemplang. Karena bermodal kepercayaan, mereka tak pernah menggunakan jasa penagih utang. Jika ada yang menunggak akan dikunjungi para petani lain ke rumah. ’’Cara itu cukup efektif karena para petani malu ditagih berombongan.’’ Sumekto menyadari betul langkah itu sangat menantang.
Namun dia yakin para petani harus diajak berkembang agar mandiri. Sebab, tidak selamanya pemerintah menggelontorkan progam bantuan ke kelompok tani. Manfaat lain dari koperasi berbasis petani adalah bisa mendapat modal, pelatihan, dan pegelolaan manajemen usaha. Setiap kali ada kesempatan, Sumekto menengok koperasi beranggota lebih dari 4.000 orang dengan omzet sekitar Rp 3 miliar itu. Kali Pertama Tak hanya soal penyediaan dana, koperasi juga menyediakan akses bagi petani yang butuh pupuk dan keperluan pertanian. Akhir 2011, koperasi itu menggandeng Bank Bukopin untuk perluasan akses pasar.
Salah satu bank nasional itu menjual hasil panen petani dengan harga terjaga. Tafrihan, pengurus koperasi, mengemukakan pengembangan koperasi berbasis petani baru kali pertama di Wonosobo. Langkah itu diyakini bakal berhasil karena di Wonosobo mayoritas pelaku usaha dari kalangan petani. Dia menuturkan prospek koperasi yang digagas Sumekto dan kawankawan bisa diterapkan di tingkat desa dalam bentuk berbeda dari konsep koperasi petani selama ini. Sejauh ini setelah mendapat pelatihan, para petani akan mengikuti rangkaian studi banding di dua daerah dengan manajemen usaha yang baik, yakni Jepara dan Kudus. Para petani juga mendapatkan akses permodalan dan jaminan pasar hasil panen. Gedung koperasi itu cukup mewah dengan interior modern. Koperasi yang berdiri 19 September 2003 itu dibuatkan akta pendirian 9 Juli 2009. Setiap pagi di halaman gedung koperasi di Jalan Dieng Km 17 Gataksari, Desa Serang, Kejajar, ramai nasabah. Mereka mayoritas orangorang desa.
Siang hari petani yang baru pulang dari ladang mampir untuk mengurus pencairan dana atau menabung. Saat berbincang-bincang di rumahnya di Bukit Madukoro, Desa Bomerto, di bawah kaki Gunung Sindoro, Sumekto terlihat santai. Sambil mengisap rokok dan minum teh hangat, dia menyatakan bersyukur dan selalu berdoa untuk kelancaran koperasi agar petani tetap mandiri. Petani Dieng, kata dia, mampu mengendalikan harga hasil panen, tanpa campur tangan pemodal dari luar daerah. Karena itulah dia sungkan disebut pemrakarsa koperasi trersebut, meski saat ini dia didaulat jadi pembina.
BAB 3
PENUTUP
Mengajak petani berbisnis memang tidak mudah, diperlukan modal dan pendekatan agar petani mau mencoba dalam berbisnis. Juga diperlukan wawasan untuk dapat berkomunikasi dengan baik kepada para petani. Agar semua itu dapat terwujud, sebaiknya kita melakukan persiapan yang cukup dalam menghadapi resiko yang akan datang sewaktu-waktu.
 
Sumber:

KEBERADAAN KOPERASI DAN KUD DESA

BAB 1
PENDAHULUAN
Koperasi Unit Desa adalah suatu Koperasi serba usaha yang beranggotakan penduduk desa dan berlokasi didaerah pedesaan, daerah kerjanya biasanya mencangkup satu wilayah kecamatan. Pembentukan KUD ini merupakan penyatuan dari beberapa Koperasi pertanian yang kecil dan banyak jumlahnya dipedesaan. Selain itu KUD memang secara resmi didorong perkembangannya oleh pemerintah.
Menurut instruksi presiden Republik Indonesia No 4 Tahun 1984 Pasal 1 Ayat (2) disebutkan bahwa pengembangan KUD diarahkan agar KUD dapat menjadi pusat layanan kegiatan perekonomian didaerah pedesaan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional dan dibina serta dikembangkan secara terpadu melalui program lintas sektoral. Adanya bantuan dari pemerintah tersebut ditujukan agar masyarakat dapat menikmati kemakmuran secara merata dengan tujuan masyarakat yang adil makmur akan juga tercapai dengan melalui pembangunan dibidang ekonomi, misalnya dengan memberikan kredit kepada pihak-pihak yang ekonominya masih lemah atau rakyat kecil terutama didaerah pedesaan Dalam menjalankan usaha koperasi diarahkan pada usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota, baik untuk menunjang usaha maupun kesejahteraannya.
BAB 2
PEMBAHASAN
Koperasi dengan bidang usaha pertanian terutamanya Koperasi Unit Desa ( KUD ) sangat besar kaitannya menyangkut sarana produksi, bibit hingga pemberantasan hama. Demikian disampaikan oleh Bapak Cipta dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kota Denpasar dalam Talkshow Warung On-line Koperasi yang mengangkat tema “Peran Koperasi dan Pertanian” Rabu, 14 Juli 2010. Terungkap juga, dari 27.778 hektar luas wilayah Kota Denpasar sebesar 2.693 hektar masih merupakan lahan pertanian dengan nomor urutan n0 7 dari 9 kabupaten/ kota di Bali, dengan 31 subak. Untuk tetap mempertahankan keberadaan lahan pertanian ini, saat ini dirintis berbagai usaha dengan kajian - kajian tekhnologi. Hal ini sesuai dengan keinginan Gubernur Bali, Bapak Made Mangku Pastika untuk mewujudkan Program Pertanian Kreatif.
Khususnya yang berkecimpung dalam pertanian organik maupun anorganik, yang bergerak di bidang lahan basah maupun lahan kering, baik komoditi padi, palawija holtikultura maupun tanaman hias, mari kita bersama bergerak, dengan memanfaatkan lahan yang ada. Sehingga harapan kita ke depan, pertanian nanti bukanlah lagi pertanian yang berkecimpung dengan lumpur, demikian juga untuk generasi muda hendaknya tidak hanya terfokus melihat peluang usaha dalam bidang industri, melainkan pertanian, karena prospek yang diberikan sangat potensial. Keterkaitan dengan Koperasi Unit Desa saat ini keberadaannya tidak terlalu banyak bila dibandingkan dengan koperasi unit usaha lainnya. Hal ini perlu lebih ditingkatkan untuk membantu petani baik dari segi permodalan, bibit dan juga alat – alat berat. Dinas Pertanian juga kerap melakukan pembinaan kepada para petani, dan untuk informasi selanjutnya silahkan mengubungi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura kota Denpasar di Jl. Raya Sesetan no. 152 Denpasar.
Sementara mengenai perkembangan koperasi di Bali menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, dengan kenaikan jumlah koperasi sebanyak 3689 koperasi atau 5,6 persen dari tahun 2009. Ini merupakan bukti perkembangan yang sangat signifikan, terutama masalah kinerja dan aset-aset yang dimiliki. Artinya tumbuhnya koperasi ini bisa menyelamatkan pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan. 95% koperasi di Bali yang lebih banyak bergerak di bidang simpan pinjam, dan ada sebanyak 3457 koperasi yang masih aktif. Saat ini rata-rata koperasi yang ada di Bali kondisinya sehat dan berkualitas disamping itu Dinas Koperasi sudah mengupayakan untuk meningkatakan koperasi baik dari segi kinerja maupun kualitas yang dimiliki oleh koperasi itu sendiri, melihat prospek dari koperasi kedepan mempunyai peranan untuk meningkatan ekonomi masyarakat yang berlandaskan budaya lokal. Menurut Bpk. Gede Suyasa sebagai ketua panitia dari Kota Denpasar, saat ini yang sudah dilakukan adalah dengan melakukan berbagai kegiatan kemasyarakatan, sosial.
Bapak Gede Indra berpesan, “Khusus kepada warga gerakan koperasi, pengurus, pengawas, manajer, dan anggota koperasi di Bali, diserukan untuk lebih meningkatkan kinerja sehingga kehadiran koperasi makin dirasakan anggota dan masyarakat dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian daerah Bali dan semoga koperasi Denpasar menjadi gerakan koperasi kreatif dan berbudaya serta tetap menjadi pendukung ekonomi bawah.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Koperasi memanglah sangat membantu apa lagi didaerah pedesaan, didesa banyak sekali kendala yang dihadapi yaitu yang palng besar adalah modal. Di Koperasi Unit Desa (KUD) disinilah kita dapat memulai usaha diantaranya dapat meminjam modal agar usaha kita tetap maju atau bias memulai usaha dari awal. Di era Globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat yang mempunyai keinginan wirausaha di daerah pedesaan dapat menggunakan fasilitas KUD (Koperasi Unit Desa) untuk mempermudah menjalankan usaha mereka.
Sumber: 

Opini Tentang Analisis Ekonomi, Ekspentasi,Inflasi dan Kesejahteraan Petani di Dalam Website Bustanul Arifin

Keputusan parlemen untuk menunda kenaikan harga bahan bakar minyak per 1 April 2012 mengingatkan saya pada lakon drama ”Musuh Masyarakat” yang ditulis Henrik Ibsen 130 tahun lalu. Drama memukau yang diterjemahkan oleh Asrul Sani ke dalam bahasa Indonesia ini bicara betapa kompromi politik dan populisme bisa menjadi alat yang efektif dalam menindas akal sehat.

Kita bisa saja tidak sependapat dengan tokoh Dr Stockman dalam naskah itu karena toh demokrasi tak dirancang untuk mencapai kesempurnaan, tetapi mencegah kesewenang-wenangan. Benar keputusan ini harus dihormati. Benar sekarang ada ruang bagi pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jika harga rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) mencapai 120,75 dollar AS dalam enam bulan terakhir. Masalahnya, bagaimana jika akrobat politik itu kemudian mengorbankan keadilan, stabilitas ekonomi makro, dan lingkungan?

Dalam Analisis Ekonomi terdahulu, saya menulis bahwa soal utama subsidi BBM bukanlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah akan selalu punya jalan keluar untuk APBN, walau tak mudah. Soal utama adalah keadilan bagi penduduk miskin.

Tak adil apabila dana infrastruktur untuk penduduk miskin dikorbankan demi subsidi BBM. Mereka yang kaya bisa membangun pembangkit listrik, jalan, pelabuhan, akses air, dan bahkan menyediakan keamanannya sendiri, sedangkan yang miskin: amat bergantung pada infrastruktur publik.

Dalam konsep Amartya Sen, orang menjadi miskin karena mereka tidak bisa melakukan sesuatu, bukan karena mereka tidak memiliki sesuatu. Jadi, kesejahteraan tercipta bukan karena barang yang kita miliki, tetapi karena aktivitas yang memungkinkan kita memiliki barang tersebut. Dan aktivitas itu hanya mungkin apabila ada akses, termasuk infrastruktur. Akrobat politik telah memotong akses itu.

Selain itu, disparitas harga BBM bersubsidi dengan harga dunia—karena penundaan ini— juga akan mendorong penyelundupan. Akibatnya konsumsi BBM bersubsidi akan meningkat. Jika volume konsumsi BBM meningkat menjadi 45 juta kiloliter dengan ICP 115 dollar AS per barrel, maka subsidi BBM mencapai Rp 227,7 triliun, sementara subsidi listrik Rp 93,5 triliun. Total Rp 321,2 triliun! Padahal, belanja modal untuk infrastruktur hanya Rp 168 triliun, dan bantuan sosial hanya Rp 55,4 triliun.

Adilkah ini? Siapa pengguna BBM? Data menunjukkan: sepeda motor (40 persen), mobil pribadi (53 persen), angkutan barang (4 persen), dan angkutan publik (3 persen). Mereka yang memiliki mobil dan sepeda motor tentunya sulit dikategorikan sangat miskin. Saya tentu sangat mendukung desakan agar pemerintah memotong belanja yang tak perlu, dan mengikis korupsi. Tapi bukan memotong akses infrastruktur bagi penduduk miskin demi subsidi BBM yang dinikmati oleh para penyelundup dan kelompok menengah atas.

Penundaan kenaikan harga BBM ini juga menimbulkan ketidakpastian ekonomi. Semakin panjang ketidakpastian, semakin banyak BBM hilang dari pasaran. Semakin tinggi ekspektasi inflasi. Tengok saja harga akan terus naik sejak sekarang. Dampak inflasi kenaikan BBM ini bisa lebih tinggi dari perkiraan awal. Ini yang disebut inflation overhang, inflasi menggantung yang membayangi ekspektasi pelaku ekonomi. Masyarakat tahu, satu hari harga BBM akan dinaikkan. Karena itu, orang mulai menaikkan harga sejak sekarang.

Ekspektasi inflasi yang tinggi ini akan menekan nilai tukar rupiah (international Fisher effect). Selain itu, konsumsi premium yang melonjak juga akan meningkatkan impor minyak. Padahal, di sisi lain, pertumbuhan ekspor mulai melambat karena situasi global. Akibatnya, defisit transaksi berjalan akan meningkat, rupiah akan tertekan. Inilah risiko ekonomi makro yang harus dibayar dari kompromi itu. Di sini Bank Indonesia perlu berhati-hati sekali dalam mengelola ekspektasi inflasi.

Dua minggu lalu dalam Asian Economic Policy Review di Tokyo, sekelompok ekonom membahas kebijakan fiskal di Amerika Serikat, Eropa, dan Asia, termasuk Indonesia. Di sana, Alan Auerbach, ekonom kenamaan dunia dalam hal fiskal, menyampaikan bagaimana kendala politik menyulitkan kebijakan fiskal di AS. Jose Campa, ekonom Harvard dan mantan Menteri Keuangan Spanyol, juga bercerita hal yang sama untuk Eropa.

Menariknya, ketika saya menyampaikan risalah tentang fiskal di Indonesia, hampir semuanya memuji Indonesia. Bahkan mantan Menteri Keuangan Thailand menyatakan bahwa Thailand harus meniru Indonesia dalam membatasi defisit anggaran. Satu-satunya kritik—persis seperti argumen saya— mengapa subsidi BBM tidak dialokasikan untuk infrastruktur dan penduduk miskin.

Jawaban saya ketika itu: rasanya parlemen dan Pemerintah Indonesia akan menggunakan akal sehat soal BBM. Saya salah: yang terjadi adalah akrobat yang mengorbankan keadilan bagi yang miskin, demi popularitas politik. Kita juga melihat absennya kepemimpinan pemerintah dalam mengelola koalisi, dalam mengelola reformasi.

Suara untuk memotong anggaran yang tak perlu, mengikis korupsi, dan memotong subsidi BBM hanya didengar ketika defisit APBN membengkak. Padahal, dalam kondisi surplus APBN pun, langkah itu harus tetap dilakukan. Reformasi hanya dijalankan kalau pemerintah terdesak. Dalam keadaan baik? Rasionalitas ekonomi kalah oleh kegemaran memupuk popularitas politik. Akibatnya, akal sehat ditindas. Persis seperti drama Ibsen 130 tahun lalu.
Pendapat Saya :
Pemerintah dan pejabat-pejabat tinggi lainnya hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak memikirkan rakyat dibawahnya karena keputusan untuk menaikkan BBM bersubsidi itu seperti membunuh secara perlahan bagi rakyat terutama bagi orang yang tidak mampu. Disamping masalah kenaikan BBM, banyak kasus-kasus korupsi yang dihilangkan karena di dalam pemerintahan sudah terdapat oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan seperti diawal tadi, mereka hanya memikirkan diri sendiri dan TAKUT UNTUK JATUH MISKIN!!! Intinya pemerintahan masih "Sangat Tidak Stabil"