Pages

Saturday, May 5, 2012

HAK KONSUMEN YANG DI LANGGAR OLEH PELAKU BISNIS

BAB 1
PENDAHULUAN
 
Konsumen adalah raja. Itulah pepatah bijak yang acap kita dengar. Tentu pepatah itu punya makna mulia.Konsumen, sebagai pengguna akhir barang/jasa, berposisi lebih tinggi dibanding pelaku usaha, sebagai penyedia barang/jasa. Namun, dalam realitas, hak-hak konsumen sering dimarginalkan. Bukan hanya oleh pelaku usaha, tapi juga oleh kebijakan negara yang tidak berpihak pada kepentingan konsumen. Bahkan tidak sedikit kebijakan negara yang justru mereduksi hak-hak dasar masyarakat konsumen.Terganggunya pasokan dan harga yang melambung pada kebutuhan pokok adalah bukti bahwa negara gagal total terhadap perilaku pasar yang liar dan distortif.
Itu pada konteks permasalahan makro. Belum lagi pada konteks permasalahan mikro empiris, pelanggaran hak-hak konsumen pun seolah menjadi pemandangan yang amat jamak. Pada konteks permasalahan mikro inilah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mewadahi dan menjembatani hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha, yaitu menerima pengaduan konsumen.
BAB 2
PEMBAHASAN
Pada 2010,YLKI menerima 539 kasus pengaduan konsumen. Jumlah ini mengalami peningkatan karena pada 2009 jumlah pengaduan yang diterima oleh Bidang Pengaduan YLKI hanya 501. Berturut-turut adalah “lima besar”pengaduan, yaitu jasa telekomunikasi (93 kasus, 22,4 persen), jasa perbankan (79 kasus, 19 persen), sektor perumahan (75 kasus, 18 persen), ketenagalistrikan (75 kasus, 18 persen), dan jasa transportasi (35 kasus, 8,7 persen). Sedangkan pengaduan yang lainnya berkisar masalah kualitas pelayanan PDAM yang masih buruk (27 kasus, 6,5 persen), masalah trik dagang (17 kasus, 4,7 persen), masalah leasing sepeda motor (17 kasus, 4,7 persen), dan sektor otomotif (11 kasus, 2,6 persen).
Jika dielaborasi lagi, pengaduan dari tiap sektor adalah, pengaduan jasa telekomunikasi didominasi oleh fenomena “perampokan” pulsa oleh operator seluler dan atau content provider yang berkolaborasi dengan operator seluler. Konsumen tidak berlangganan fitur tertentu, tetapi pulsa dipotong. Atau, sekalipun berlangganan, ketika konsumen ingin berhenti (karena merasa dijebak, ditipu), dan telah melalui mekanisme berhenti berlangganan secara benar (“unreg”), upaya tersebut sering gagal. Patut diduga, pihak operator seluler sengaja mempersulit proses “unreg”dimaksud. Ironisnya, Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI), yang seharusnya mempunyai otoritas penuh, toh terbukti tidak mampu berbuat banyak untuk menjewer operator nakal.
Kedua, jasa perbankan. Persoalan klasik yang membelit konsumen perbankan adalah masalah kartu kredit. Pengaduan yang dominan adalah, selain masalah debt collector yang acap melakukan tindakan premanisme kepada konsumen, adalah konsumen yang tidak mampu membayar tagihan kartu kredit. Kasus gagal bayar boleh jadi merupakan kesalahan konsumen sebagai nasabah bank. Namun hal ini lebih dipicu oleh longgarnya pihak bank dalam menerbitkan kartu kredit. Kini pemasaran kartu kredit begitu gencarnya, hanya berbekal kartu tanda penduduk, konsumen sudah bisa mengantongi “kartu utang”tersebut. Pihak bank praktis tidak melakukan analisis memadai, apakah konsumen layak mengantongi kartu kredit atau sebaliknya. Seharusnya Bank Indonesia mempunyai standar yang jelas untuk menertibkan pemasaran kartu kredit yang cenderung “mengelabui” konsumen.
Ketiga, pengaduan perumahan, mayoritas seputar keterlambatan serah-terima rumah, sertifikasi, mutu bangunan yang tidak sesuai, informasi marketing yang menyesatkan, serta tidak adanya fasilitas umum dan sosial. Bahkan masih banyak pengaduan perumahan yang amat ekstrem, yaitu pembangunan rumah tidak terealisasi. Ada-ada saja alasan pihak developer yang gagal membangun rumahnya, mulai dari terganjal perizinan (IMB, amdal), hingga kesulitan ekonomi yang mengakibatkan developer jatuh pailit. Lagi-lagi ironi terjadi, karena negara tidak bisa mempunyai regulasi yang cukup untuk melindungi konsumen perumahan. Contohlah negeri jiran Malaysia, yang menerapkan kebijakan bahwa developer dilarang menjual rumah sebelum rumahnya dibangun (ready stock). Bedanya di Indonesia; developer boleh menjual rumahnya, sekalipun rumahnya belum dibangun (sistem inden). Akibatnya, developer kabur, dan konsumen pun melongo.
Berikut ini adalah hak yang sering dilanggar pelaku bisnis
1.      Hak atas kenyamanan
2.      Hak untuk memilih
3.      Hak atas informasi
4.      Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
5.      Hak untuk mendapat pendidikan
6.      Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif
7.      Hak untuk mendapatkan ganti rugi
8.      Hak yang diatur dalam perundang-undangan lainnya
BAB 3
PENUTUP
Terkait dengan hal ini, ada dua kemungkinan: belum optimalnya spirit untuk mengadu dari konsumen; dan makin banyaknya akses pengaduan yang dilakukan oleh lembaga konsumen swadaya masyarakat. kehadiran negara untuk memberi perlindungan yang utuh kepada konsumen selaku warga negara praktis belum terasakan. Kehadiran negara hanya bersifat reaktif, bahkan dalam banyak kasus negara justru kompromistis-kolaboratif dengan pelaku usaha.
 
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/hak-konsumen-yang-dilanggar/

Mengajak Petani Berbisnis Agar Usaha Mereka Maju

BAB 1
PENDAHULUAN
 
Sampai saat ini, petani umumnya hanya melakukan aktivitas rutin untuk memproduksi komoditi yang latah. Petani mau mengubah pola pikir bertani jika sudah ada bukti. Perubahan ini tidak seperti membalikkan telapak tangan.
BAB 2
PEMBAHASAN
 
Agus Wiryana, salah seorang praktisi sekaligus pengamat pertanian, Rabu (7/3) kemarin menerangkan, sampai saat ini petani sangat sulit mengubah pola pikir demi kemajuan. Karakter petani kuat. Mereka sulit diajak mengubah pola tanam, komoditi yang dibudidayakan dan sebagainya.
Seseorang datang ingin mengajak petani mengembangkan komoditi tertentu yang memiliki pasar jelas. Namun petani tidak mudah menerimanya. “Perlu waktu dan teknik pendekatan. Kalau sudah ada bukti, semua petani sekitarnya akan mudah bergabung,” katanya.
Beberapa bulan lalu, pihaknya ingin bekerja sama dengan pembudi daya ikan nila. Pengumpulan data saja tidak mudah, semua petani ikan nila tertutup sehingga diperlukan pendekatan khusus. Ternyata, pembudi daya ikan nila kekurangan benih. Selama ini benih yang didapat baru 25 persen dari kebutuhan. “Maka itu, kami sekarang ini melakukan kerja sama penyediaan benih. Masalah pemasaran hasil ikan nila masih teratasi,'' katanya. 
Widhiarta pengamat pertanian lainnya menyatakan, untuk melibatkan petani harus ada bukti. Pembuktian inilah menjadi kendala karena perlu waktu dan hasilnya harus kontinyu. Selama ini, petani yang memproduksi padi diajak membudidayakan pepaya, cabai dan lain sebagainya sangat sulit. Mereka perlu bukti. Hasil budi daya yang baru tersebut pasarnya prospektif.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Denpasar, Ir. AA Gde Bayu Brahmastha, MMA. mengatakan, mengubah pola pikir petani/peternak/nelayan memang sulit. Akan tetapi, cara pendekatan akan memudahkan pembinaan.
Selama ini melakukan pembinaan dengan mengajak petani umumnya melihat sentra atau demplot yang sudah ada. Pembelajaran langsung tersebut akan memudahkan untuk memberikan pembelajaran baru secara nyata.
Contoh lainnya, berangkat dari mimpi untuk mandiri, para petani kentang di Dataran Tinggi Dieng pun memunculkan gagasan ekonomi kerakyatan. Dan, kini, mimpi itu terwujud. Ya, kini, mereka memiliki lembaga perbankan yang kuat berupa koperasi peduli masyarakat atau kopmas. Koperasi beranggota ribuan orang petani itu memiliki kekayaan miliaran rupiah.
Padahal, kali pertama menghimpun dana mereka hanya mampu mengumpulkan modal awal Rp 15 juta dari iuran. Sumekto Hendro Kustanto (46) adalah orang paling berpengaruh dan menjadi pemrakarsa pendirian koperasi itu. Dia merangkul seluruh kepala desa di Kecamatan Kejajar untuk bersatu dengan tujuan sama: memandirikan petani. Dia menuturkan gagasan mendirikan koperasi muncul pertengahan 2003. Ya, pegawai negeri sipil di Kejajar itu memiliki ide-ide yang acap tergolong liar dan tak kenal batas. ’’Sekarang koperasi itu sudah berkembang.
Saya sangat bersyukur,’’katanya. Dia menyatakan pengembangan koperasi berbasis petani di Wonosobo salah satu solusi tepat. Sebab, pelaku usaha daerah Dieng didominasi para petani sehingga tak sepantasnya petani hanya menjadi objek perbankan dan tak bisa menjadi penggerak. Usai membentuk koperasi, dia mengumpulkan para pemangku kebijakan. Pelatihan manajemen pengelolaan koperasi, pembukuan keuangan, dan strategi penyelenggaraan koperasi serba-usaha mandiri merupakan langkah awal untuk mewujudkan koperasi berbasis petani itu. ’’Orang-orang yang dulu jadi pengurus progam PNPM Mandiri desa keluar,’’ ujar dia.
Optimistis Waktu itu, Sumekto optimistis banyak sumber daya manusia di sekitar Dieng yang mampu mengelola koperasi. Sebagian di antara mereka adalah sarjana ekonomi, juragan kentang, dan perangkat desa yang rata-rata mempunyai lahan pertanian. Model transaksi di koperasi ini, kata dia, berlandaskan kepercayaan. Artinya, petani yang meminjam uang tak perlu menggunakan agunan atau jaminan seperti di bank. Untuk menggalang dana koperasi, setiap anggota menanamkan modal bervariasi antara Rp 1 juta dan tak terbatas. Para dermawan dan juragan kentang yang mapan diperbolehkan investasi dengan sistem bagi hasil yang jelas. Tak kalah menarik adalah model penagihan utang bagi nasabah yang ngemplang. Karena bermodal kepercayaan, mereka tak pernah menggunakan jasa penagih utang. Jika ada yang menunggak akan dikunjungi para petani lain ke rumah. ’’Cara itu cukup efektif karena para petani malu ditagih berombongan.’’ Sumekto menyadari betul langkah itu sangat menantang.
Namun dia yakin para petani harus diajak berkembang agar mandiri. Sebab, tidak selamanya pemerintah menggelontorkan progam bantuan ke kelompok tani. Manfaat lain dari koperasi berbasis petani adalah bisa mendapat modal, pelatihan, dan pegelolaan manajemen usaha. Setiap kali ada kesempatan, Sumekto menengok koperasi beranggota lebih dari 4.000 orang dengan omzet sekitar Rp 3 miliar itu. Kali Pertama Tak hanya soal penyediaan dana, koperasi juga menyediakan akses bagi petani yang butuh pupuk dan keperluan pertanian. Akhir 2011, koperasi itu menggandeng Bank Bukopin untuk perluasan akses pasar.
Salah satu bank nasional itu menjual hasil panen petani dengan harga terjaga. Tafrihan, pengurus koperasi, mengemukakan pengembangan koperasi berbasis petani baru kali pertama di Wonosobo. Langkah itu diyakini bakal berhasil karena di Wonosobo mayoritas pelaku usaha dari kalangan petani. Dia menuturkan prospek koperasi yang digagas Sumekto dan kawankawan bisa diterapkan di tingkat desa dalam bentuk berbeda dari konsep koperasi petani selama ini. Sejauh ini setelah mendapat pelatihan, para petani akan mengikuti rangkaian studi banding di dua daerah dengan manajemen usaha yang baik, yakni Jepara dan Kudus. Para petani juga mendapatkan akses permodalan dan jaminan pasar hasil panen. Gedung koperasi itu cukup mewah dengan interior modern. Koperasi yang berdiri 19 September 2003 itu dibuatkan akta pendirian 9 Juli 2009. Setiap pagi di halaman gedung koperasi di Jalan Dieng Km 17 Gataksari, Desa Serang, Kejajar, ramai nasabah. Mereka mayoritas orangorang desa.
Siang hari petani yang baru pulang dari ladang mampir untuk mengurus pencairan dana atau menabung. Saat berbincang-bincang di rumahnya di Bukit Madukoro, Desa Bomerto, di bawah kaki Gunung Sindoro, Sumekto terlihat santai. Sambil mengisap rokok dan minum teh hangat, dia menyatakan bersyukur dan selalu berdoa untuk kelancaran koperasi agar petani tetap mandiri. Petani Dieng, kata dia, mampu mengendalikan harga hasil panen, tanpa campur tangan pemodal dari luar daerah. Karena itulah dia sungkan disebut pemrakarsa koperasi trersebut, meski saat ini dia didaulat jadi pembina.
BAB 3
PENUTUP
Mengajak petani berbisnis memang tidak mudah, diperlukan modal dan pendekatan agar petani mau mencoba dalam berbisnis. Juga diperlukan wawasan untuk dapat berkomunikasi dengan baik kepada para petani. Agar semua itu dapat terwujud, sebaiknya kita melakukan persiapan yang cukup dalam menghadapi resiko yang akan datang sewaktu-waktu.
 
Sumber:

KEBERADAAN KOPERASI DAN KUD DESA

BAB 1
PENDAHULUAN
Koperasi Unit Desa adalah suatu Koperasi serba usaha yang beranggotakan penduduk desa dan berlokasi didaerah pedesaan, daerah kerjanya biasanya mencangkup satu wilayah kecamatan. Pembentukan KUD ini merupakan penyatuan dari beberapa Koperasi pertanian yang kecil dan banyak jumlahnya dipedesaan. Selain itu KUD memang secara resmi didorong perkembangannya oleh pemerintah.
Menurut instruksi presiden Republik Indonesia No 4 Tahun 1984 Pasal 1 Ayat (2) disebutkan bahwa pengembangan KUD diarahkan agar KUD dapat menjadi pusat layanan kegiatan perekonomian didaerah pedesaan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional dan dibina serta dikembangkan secara terpadu melalui program lintas sektoral. Adanya bantuan dari pemerintah tersebut ditujukan agar masyarakat dapat menikmati kemakmuran secara merata dengan tujuan masyarakat yang adil makmur akan juga tercapai dengan melalui pembangunan dibidang ekonomi, misalnya dengan memberikan kredit kepada pihak-pihak yang ekonominya masih lemah atau rakyat kecil terutama didaerah pedesaan Dalam menjalankan usaha koperasi diarahkan pada usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota, baik untuk menunjang usaha maupun kesejahteraannya.
BAB 2
PEMBAHASAN
Koperasi dengan bidang usaha pertanian terutamanya Koperasi Unit Desa ( KUD ) sangat besar kaitannya menyangkut sarana produksi, bibit hingga pemberantasan hama. Demikian disampaikan oleh Bapak Cipta dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kota Denpasar dalam Talkshow Warung On-line Koperasi yang mengangkat tema “Peran Koperasi dan Pertanian” Rabu, 14 Juli 2010. Terungkap juga, dari 27.778 hektar luas wilayah Kota Denpasar sebesar 2.693 hektar masih merupakan lahan pertanian dengan nomor urutan n0 7 dari 9 kabupaten/ kota di Bali, dengan 31 subak. Untuk tetap mempertahankan keberadaan lahan pertanian ini, saat ini dirintis berbagai usaha dengan kajian - kajian tekhnologi. Hal ini sesuai dengan keinginan Gubernur Bali, Bapak Made Mangku Pastika untuk mewujudkan Program Pertanian Kreatif.
Khususnya yang berkecimpung dalam pertanian organik maupun anorganik, yang bergerak di bidang lahan basah maupun lahan kering, baik komoditi padi, palawija holtikultura maupun tanaman hias, mari kita bersama bergerak, dengan memanfaatkan lahan yang ada. Sehingga harapan kita ke depan, pertanian nanti bukanlah lagi pertanian yang berkecimpung dengan lumpur, demikian juga untuk generasi muda hendaknya tidak hanya terfokus melihat peluang usaha dalam bidang industri, melainkan pertanian, karena prospek yang diberikan sangat potensial. Keterkaitan dengan Koperasi Unit Desa saat ini keberadaannya tidak terlalu banyak bila dibandingkan dengan koperasi unit usaha lainnya. Hal ini perlu lebih ditingkatkan untuk membantu petani baik dari segi permodalan, bibit dan juga alat – alat berat. Dinas Pertanian juga kerap melakukan pembinaan kepada para petani, dan untuk informasi selanjutnya silahkan mengubungi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura kota Denpasar di Jl. Raya Sesetan no. 152 Denpasar.
Sementara mengenai perkembangan koperasi di Bali menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, dengan kenaikan jumlah koperasi sebanyak 3689 koperasi atau 5,6 persen dari tahun 2009. Ini merupakan bukti perkembangan yang sangat signifikan, terutama masalah kinerja dan aset-aset yang dimiliki. Artinya tumbuhnya koperasi ini bisa menyelamatkan pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan. 95% koperasi di Bali yang lebih banyak bergerak di bidang simpan pinjam, dan ada sebanyak 3457 koperasi yang masih aktif. Saat ini rata-rata koperasi yang ada di Bali kondisinya sehat dan berkualitas disamping itu Dinas Koperasi sudah mengupayakan untuk meningkatakan koperasi baik dari segi kinerja maupun kualitas yang dimiliki oleh koperasi itu sendiri, melihat prospek dari koperasi kedepan mempunyai peranan untuk meningkatan ekonomi masyarakat yang berlandaskan budaya lokal. Menurut Bpk. Gede Suyasa sebagai ketua panitia dari Kota Denpasar, saat ini yang sudah dilakukan adalah dengan melakukan berbagai kegiatan kemasyarakatan, sosial.
Bapak Gede Indra berpesan, “Khusus kepada warga gerakan koperasi, pengurus, pengawas, manajer, dan anggota koperasi di Bali, diserukan untuk lebih meningkatkan kinerja sehingga kehadiran koperasi makin dirasakan anggota dan masyarakat dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian daerah Bali dan semoga koperasi Denpasar menjadi gerakan koperasi kreatif dan berbudaya serta tetap menjadi pendukung ekonomi bawah.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Koperasi memanglah sangat membantu apa lagi didaerah pedesaan, didesa banyak sekali kendala yang dihadapi yaitu yang palng besar adalah modal. Di Koperasi Unit Desa (KUD) disinilah kita dapat memulai usaha diantaranya dapat meminjam modal agar usaha kita tetap maju atau bias memulai usaha dari awal. Di era Globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat yang mempunyai keinginan wirausaha di daerah pedesaan dapat menggunakan fasilitas KUD (Koperasi Unit Desa) untuk mempermudah menjalankan usaha mereka.
Sumber: 

Opini Tentang Analisis Ekonomi, Ekspentasi,Inflasi dan Kesejahteraan Petani di Dalam Website Bustanul Arifin

Keputusan parlemen untuk menunda kenaikan harga bahan bakar minyak per 1 April 2012 mengingatkan saya pada lakon drama ”Musuh Masyarakat” yang ditulis Henrik Ibsen 130 tahun lalu. Drama memukau yang diterjemahkan oleh Asrul Sani ke dalam bahasa Indonesia ini bicara betapa kompromi politik dan populisme bisa menjadi alat yang efektif dalam menindas akal sehat.

Kita bisa saja tidak sependapat dengan tokoh Dr Stockman dalam naskah itu karena toh demokrasi tak dirancang untuk mencapai kesempurnaan, tetapi mencegah kesewenang-wenangan. Benar keputusan ini harus dihormati. Benar sekarang ada ruang bagi pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jika harga rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) mencapai 120,75 dollar AS dalam enam bulan terakhir. Masalahnya, bagaimana jika akrobat politik itu kemudian mengorbankan keadilan, stabilitas ekonomi makro, dan lingkungan?

Dalam Analisis Ekonomi terdahulu, saya menulis bahwa soal utama subsidi BBM bukanlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah akan selalu punya jalan keluar untuk APBN, walau tak mudah. Soal utama adalah keadilan bagi penduduk miskin.

Tak adil apabila dana infrastruktur untuk penduduk miskin dikorbankan demi subsidi BBM. Mereka yang kaya bisa membangun pembangkit listrik, jalan, pelabuhan, akses air, dan bahkan menyediakan keamanannya sendiri, sedangkan yang miskin: amat bergantung pada infrastruktur publik.

Dalam konsep Amartya Sen, orang menjadi miskin karena mereka tidak bisa melakukan sesuatu, bukan karena mereka tidak memiliki sesuatu. Jadi, kesejahteraan tercipta bukan karena barang yang kita miliki, tetapi karena aktivitas yang memungkinkan kita memiliki barang tersebut. Dan aktivitas itu hanya mungkin apabila ada akses, termasuk infrastruktur. Akrobat politik telah memotong akses itu.

Selain itu, disparitas harga BBM bersubsidi dengan harga dunia—karena penundaan ini— juga akan mendorong penyelundupan. Akibatnya konsumsi BBM bersubsidi akan meningkat. Jika volume konsumsi BBM meningkat menjadi 45 juta kiloliter dengan ICP 115 dollar AS per barrel, maka subsidi BBM mencapai Rp 227,7 triliun, sementara subsidi listrik Rp 93,5 triliun. Total Rp 321,2 triliun! Padahal, belanja modal untuk infrastruktur hanya Rp 168 triliun, dan bantuan sosial hanya Rp 55,4 triliun.

Adilkah ini? Siapa pengguna BBM? Data menunjukkan: sepeda motor (40 persen), mobil pribadi (53 persen), angkutan barang (4 persen), dan angkutan publik (3 persen). Mereka yang memiliki mobil dan sepeda motor tentunya sulit dikategorikan sangat miskin. Saya tentu sangat mendukung desakan agar pemerintah memotong belanja yang tak perlu, dan mengikis korupsi. Tapi bukan memotong akses infrastruktur bagi penduduk miskin demi subsidi BBM yang dinikmati oleh para penyelundup dan kelompok menengah atas.

Penundaan kenaikan harga BBM ini juga menimbulkan ketidakpastian ekonomi. Semakin panjang ketidakpastian, semakin banyak BBM hilang dari pasaran. Semakin tinggi ekspektasi inflasi. Tengok saja harga akan terus naik sejak sekarang. Dampak inflasi kenaikan BBM ini bisa lebih tinggi dari perkiraan awal. Ini yang disebut inflation overhang, inflasi menggantung yang membayangi ekspektasi pelaku ekonomi. Masyarakat tahu, satu hari harga BBM akan dinaikkan. Karena itu, orang mulai menaikkan harga sejak sekarang.

Ekspektasi inflasi yang tinggi ini akan menekan nilai tukar rupiah (international Fisher effect). Selain itu, konsumsi premium yang melonjak juga akan meningkatkan impor minyak. Padahal, di sisi lain, pertumbuhan ekspor mulai melambat karena situasi global. Akibatnya, defisit transaksi berjalan akan meningkat, rupiah akan tertekan. Inilah risiko ekonomi makro yang harus dibayar dari kompromi itu. Di sini Bank Indonesia perlu berhati-hati sekali dalam mengelola ekspektasi inflasi.

Dua minggu lalu dalam Asian Economic Policy Review di Tokyo, sekelompok ekonom membahas kebijakan fiskal di Amerika Serikat, Eropa, dan Asia, termasuk Indonesia. Di sana, Alan Auerbach, ekonom kenamaan dunia dalam hal fiskal, menyampaikan bagaimana kendala politik menyulitkan kebijakan fiskal di AS. Jose Campa, ekonom Harvard dan mantan Menteri Keuangan Spanyol, juga bercerita hal yang sama untuk Eropa.

Menariknya, ketika saya menyampaikan risalah tentang fiskal di Indonesia, hampir semuanya memuji Indonesia. Bahkan mantan Menteri Keuangan Thailand menyatakan bahwa Thailand harus meniru Indonesia dalam membatasi defisit anggaran. Satu-satunya kritik—persis seperti argumen saya— mengapa subsidi BBM tidak dialokasikan untuk infrastruktur dan penduduk miskin.

Jawaban saya ketika itu: rasanya parlemen dan Pemerintah Indonesia akan menggunakan akal sehat soal BBM. Saya salah: yang terjadi adalah akrobat yang mengorbankan keadilan bagi yang miskin, demi popularitas politik. Kita juga melihat absennya kepemimpinan pemerintah dalam mengelola koalisi, dalam mengelola reformasi.

Suara untuk memotong anggaran yang tak perlu, mengikis korupsi, dan memotong subsidi BBM hanya didengar ketika defisit APBN membengkak. Padahal, dalam kondisi surplus APBN pun, langkah itu harus tetap dilakukan. Reformasi hanya dijalankan kalau pemerintah terdesak. Dalam keadaan baik? Rasionalitas ekonomi kalah oleh kegemaran memupuk popularitas politik. Akibatnya, akal sehat ditindas. Persis seperti drama Ibsen 130 tahun lalu.
Pendapat Saya :
Pemerintah dan pejabat-pejabat tinggi lainnya hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak memikirkan rakyat dibawahnya karena keputusan untuk menaikkan BBM bersubsidi itu seperti membunuh secara perlahan bagi rakyat terutama bagi orang yang tidak mampu. Disamping masalah kenaikan BBM, banyak kasus-kasus korupsi yang dihilangkan karena di dalam pemerintahan sudah terdapat oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan seperti diawal tadi, mereka hanya memikirkan diri sendiri dan TAKUT UNTUK JATUH MISKIN!!! Intinya pemerintahan masih "Sangat Tidak Stabil"

Sejarah Hukum di Indonesia

BAB 1
PENDAHULUAN
Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah oleh “Manusia Jawa” pada masa sekitar 500.000 tahun yang lalu. Periode dalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra kolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; era kemerdekaan, pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta era reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
BAB 2
PEMBAHASAN
1.       Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
a.         Periode VOC
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1) Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2) Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3) Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.
b.         Periode liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.
c.         Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah:
1. Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum
2. Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi
3. Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi
4. Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas
5. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum.
Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan:
1. Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan
2. Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi:
1. Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina
2. Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku.
Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah:
1. Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan
2. Unifikasi kejaksaan
3. Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan
4. Pembentukan lembaga pendidikan hukum
5. Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.
2.       Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a.         Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi:
1. Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan
2. Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
b.         Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
3.       Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
a.         Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah:
1. Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif
2. Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman
3. Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965
4. Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b.         Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru? membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan:
1. Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif
2. Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
4.       Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah:
1. Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan
2. Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia
3. Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
    BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu hukum Indonesia adalah suatu sistem pengetahuan yang mempelajari tentang hukum-hukum terdapat di Indonesia, sehingga kita dapat mengenal tentang hukum di Indonesia. Dari Makalah ini kita dapat mengetahui sejarah hukum di Indonesia sehingga kita dapat lebih mendalami dan memahami tentang hukum secara singkat dan jelas, yang kedepannya akan mendorong kita agar berhati-hati dalam bertindak. Di dalam makalah ini juga telah diterangkan berbagai hukum yang berlaku di Indonesia yang dilihat dari sejarah hukum Indonesia, sehingga kita dapat mempunyai pedoman dan pengetahuan yang lebih tentang hukum.
 
Sumber:

Pengakuan Hukum untuk Hak Milik

BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian
 
Yang dimaksud dengan Benda dalam konteks hukum perdata adalah segala sesuatu
yang dapat diberikan / diletakkan suatu Hak diatasnya, utamanya yang berupa hak milik. Dengan demikian, yang dapat memiliki sesuatu hak tersebut adalah Subyek Hukum, sedangkan sesuatu yang dibebani hak itu adalah Obyek Hukum. Benda yang dalam hukum perdata diatur dalam Buku II BWI, tidak sama dengan bidang disiplin ilmu fisika, di mana dikatakan bahwa bulan itu adalah benda (angkasa), sedangkan dalam pengertian hukum perdata bulan itu bukan (belum) dapat dikatakan sebagai benda, karena tidak / belum ada yang (dapat) memilikinya .
            Pengaturan tentang hukum benda dalam Buku II BWI ini mempergunakan sistem
tertutup, artinya orang tidak diperbolehkan mengadakan hak hak kebendaan selain dari
yang telah diatur dalam undang undang ini. Selain itu, hukum benda bersifat memaksa (dwingend recht), artinya harus dipatuhi, tidak boleh disimpangi, termasuk membuat peraturan baru yang menyimpang dari yang telah ditetapkan . Lebih lanjut dalam hukum perdata, yang namanya benda itu bukanlah segala sesuatu yang berwujud atau dapat diraba oleh pancaindera saja, melainkan termasuk juga pengertian benda yang tidak berwujud, seperti misalnya kekayaan seseorang.
            Istilah benda yang dipakai untuk pengertian kekayaan, termasuk didalamnya tagihan /
piutang, atau hak hak lainnya, misalnya bunga atas deposito . Meskipun pengertian zaak dalam BWI tidak hanya meliputi benda berwujud saja, namun sebagian besar dari materi Buku II tentang Benda mengatur tentang benda yang berwujud. Pengertian benda sebagai yang tak berwujud itu tidak dikenal dalam Hukum Adat kita, karena cara berfikir orang Indonesia cenderung pada kenyataan belaka, berbeda dengan cara berfikir orang Barat yang cenderung mengkedepankan apa yang ada di alam pikirannya. Selain itu, istilah zaak didalam BWI tidak selalu berarti benda, tetapi bisa berarti yang lain, seperti : “perbuatan hukum “ (Ps.1792 BW), atau “kepentingan” (Ps.1354 BW),
dan juga berarti “kenyataan hukum” (Ps.1263 BW).
BAB II
PEMBAHASAN
Ø  Dasar Hukum
Pada masa kini, selain diatur di Buku II BWI, hukum benda juga diatur dalam:
a. Undang Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dimana diatur hak hak
kebendaan yang berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung
didalamnya.
b. Undang Undang Merek No.21 Tahun 1961, yang mengatur tentang hak atas
penggunaan merek perusahaan dan merek perniagaan .
c. Undang Undang Hak Cipta No.6 Tahun 1982, yang mengatur tentang hak cipta
sebagai benda tak berwujud, yang dapat dijadikan obyek hak milik .
d. Undang Undang tentang Hak Tanggungan tahun 1996, yang mengatur tentang hak
atas tanah dan bangunan diatasnya sebagai pengganti hipotik dan crediet verband .
Ø  Macam macam Benda
Doktrin membedakan berbagai macam benda menjadi :
a.Benda berwujud dan benda tidak berwujud
            arti penting pembedaan ini adalah pada saat pemindah tanganan benda dimaksud,
yaitu :
Kalau benda berwujud itu benda bergerak, pemindah tanganannya harus
secara nyata dari tangan ke tangan.
Kalau benda berwujud itu benda tidak bergerak, pemindah tanganannya
harus dilakukan dengan balik nama.
Contohnya, jual beli rokok dan jual beli rumah .
Penyerahan benda tidak berwujud dalam bentuk berbagai piutang dilakukan
dengan :
Piutang atas nama (op naam) dengan cara Cessie
Piutang atas tunjuk (an toonder) dengan cara penyerahan surat dokumen yang
bersangkutan dari tangan ke tangan
Piutang atas pengganti (aan order) dengan cara endosemen serta penyerahan
dokumen yang bersangkutan dari tangan ke tangan ( Ps. 163 BWI).
b.Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak
            Benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat dipindahkan (Ps.509
BWI). Benda bergerak karena ketentuan undang undang adalah hak hak yang
melekat pada benda bergerak (Ps.511 BWI), misalnya hak memungut hasil atas
benda bergerak, hak memakai atas benda bergerak, saham saham perusahaan.
Benda tidak bergerak adalah benda yang menurut sifatnya tidak dapat dipindahpindahkan,
seperti tanah dan segala bangunan yang berdiri melekat diatasnya.
Benda tidak bergerak karena tujuannya adalah benda yang dilekatkan pada
benda tidak bergerak sebagai benda pokoknya, untuk tujuan tertentu, seperti
mesin mesin yang dipasang pada pabrik.Tujuannya adalah untuk dipakai secara
tetap dan tidak untuk dipindah-pindah (Ps.507 BWI). Benda tidak bergerak
karena undang undang adalah hak hak yang melekat pada benda tidak bergerak
tersebut, seperti hipotik, crediet verband, hak pakai atas benda tidak bergaerak,
hak memungut hasil atas benda tidak bergerak (Ps.508 BWI).
Arti penting pembedaan benda sebagai bergerak dan tidak bergerak
terletak pada :
penguasaannya (bezit), dimana terhadap benda bergerak maka orang
yang menguasai benda tersebut dianggap sebagai pemiliknya (Ps.1977
BWI); azas ini tidak berlaku bagi benda tidak bergerak.
penyerahannya (levering), yaitu terhadap benda bergerak harus
dilakukan secara nyata, sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan
dengan balik nama ;
kadaluwarsa (verjaaring), yaitu pada benda bergerak tidak dikenal
daluwarsa, sedangkan pada benda tidak bergerak terdapat kadaluwarsa :
1. dalam hal ada alas hak, daluwarsanya 20 tahun;
2. dalam hal tidak ada alas hak, daluwarsanya 30 tahun
pembebanannya (bezwaring), dimana untuk benda bergerak dengan
gadai, sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik.
dalam hal pensitaan (beslag), dimana revindicatoir beslah (penyitaan
untuk menuntut kembali barangnya),hanya dapat dilakukan terhadap
barang barang bergerak . Penyitaan untuk melaksanakan putusan
pengadilan (executoir beslah) harus dilakukan terlebih dahulu terhadap
barang barang bergerak, dan apabila masih belum mencukupi untuk
pelunasan hutang tergugat, baru dilakukan executoir terhadap barang
tidak bergerak.
c. Benda dipakai habis dan benda tidak dipakai habis
            Pembedaan ini penting artinya dalam hal pembatalan perjanjian. Pada
perjanjian yang obyeknya adalah benda yang dipakai habis, pembatalannya
sulit untuk mengembalikan seperti keadaan benda itu semula, oleh karena itu
harus diganti dengan benda lain yang sama / sejenis serta senilai, misalnya
beras, kayu bakar, minyak tanah dlsb.
            Pada perjanjian yang obyeknya adalah benda yang tidak dipakai habis tidaklah
terlalu sulit bila perjanjian dibatalkan, karena bendanya masih tetap ada,dan
dapat diserahkan kembali, seperti pembatalan jual beli televisi, kendaraan
bermotor, perhiasan dlsb .
d. Benda sudah ada dan benda akan ada
            Arti penting pembedaan ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan
hutang, atau pada pelaksanaan perjanjian. Benda sudah ada dapat dijadikan
jaminan hutang dan pelaksanaan perjanjiannya dengan cara menyerahkan
benda tersebut. Benda akan ada tidak dapat dijadikan jaminan hutang, bahkan
perjanjian yang obyeknya benda akan ada bisa terancam batal bila
pemenuhannya itu tidak mungkin dapat dilaksanakan (Ps.1320 btr 3 BWI) .
e. Benda dalam perdagangan dan benda luar perdagangan
            Arti penting dari pembedaan ini terletak pada pemindah tanganan benda
tersebut karena jual beli atau karena warisan.
Benda dalam perdagangan dapat diperjual belikan dengan bebas, atau
diwariskan kepada ahli waris,sedangkan benda luar perdagangan tidak dapat
diperjual belikan atau diwariskan, umpamanya tanah wakaf, narkotika, benda
benda yang melanggar ketertiban dan kesusilaan .
f. Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi
            Letak pembedaannya menjadi penting dalam hal pemenuhan prestasi suatu
perjanjian, di mana terhadap benda yang dapat dibagi, prestasi pemenuhan
perjanjian dapat dilakukan tidak sekaligus, dapat bertahap, misalnya
perjanjian memberikan satu ton gandum dapat dilakukan dalambeberapa kali
pengiriman, yang penting jumlah keseluruhannya harus satu ton. Lain halnya
dengan benda yang tidak dapat dibagi, maka pemenuhan prestasi tidak dapat
dilakukan sebagian demi sebagian, melainkan harus secara seutuhnya,
misalnya perjanjian sewa menyewa mobil, tidak bisa sekarang diserahkan
rodanya, besok baru joknya dlsb.
g. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar
            Arti penting pembeaannya terletak pada pembuktian kepemilikannya. Benda
terdaftar dibuktikan dengan bukti pendaftarannya, umumnya berupa
sertifikat/dokumen atas nama si pemilik, seperti tanah, kendaraan bermotor,
perusahaan, hak cipta, telpon, televisi dlsb.
Pemerintah lebih mudah melakukan kontrol atas benda terdaftar, baik dari
segi tertib administrasi kepemilikan maupun dari pembayaran pajaknya.
Benda tidak terdaftar sulit untuk mengetahui dengan pasti siapa pemilik yang
sah atas benda itu, karena berlaku azas ‘siapa yang menguasai benda itu
dianggap sebagai pemiliknya’. Contohnya, perhiasan, alat alat rumah tangga,
hewan piaraan, pakaian dlsb.
Ø  Hak Kebendaan
Sifat / Karakter Hak kebendaan.
Perbedaan antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BWI dengan hak
perorangan yang diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai berikut :
a. Hak kebendaan bersifat mutlak (absolut), karena berlaku terhadap siapa saja, dan
orang lain harus menghormati hak tersebut, sedangkan hak perorangan berlaku
secara nisbi (relatief), karena hanya melibatkan orang / pihak tertentu saja, yakni
yang ada dalam suatu perjanjian saja.
b. Hak kebendaan berlangsung lama, bisa jadi selama seseorang masih hidup, atau
bahkan bisa berlanjut setelah diwariskan kepada ahli warisnya, sedangkan hukum
perorangan berlangsung relatif lebih singkat, yakni sebatas pelaksanaan perjanjian
telah selesai dilakukan.
c. Hak kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundangan yang berlaku, tidak boleh mengarang / menciptakan sendiri hak yang
llainnya, sedangkan dalam hak perorangan, lingkungannya amat luas, apa saja dapat
dijadikan obyek perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh karena itu sering dikatakan hukum
kebendaan itu bersifat tertutup, sedangkan hukum perorangan bersifat terbuka.
Ciri ciri Hak Kebendaan adalah :
mutlak / absolut
mengikuti benda dimana hak itu melekat, misalnya hak sewa tetap
mengikuti benda itu berada, siapapun yang memiliki hak diatasnya
hak yang ada terlebih dahulu (yang lebih tua), kedudukannya lebih tinggi;
misalnya sebuah rumah dibebani hipotik 1 dan hipotik 2, maka penyelesaian
hutang atas hipotik 1 harus didahulukan dari hutang atas hipotik 2.
memiliki sifat diutamakan, misalnya suatu rumah harus dijual untuk
melunasi hutang, maka hasil penjualannya lebih diutamakan untuk melunasi
hipotik atas rumah itu.
dapat dilakukan gugatan terhadap siapapun yang mengganggu hak yang
bersangkutan.
pemindahan hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapapun .
Ø  Penggolongan Hak Kebendaan
Hak atas Kebendaan dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu :
a. Hak Kebendaaan yang memberi kenikmatan .
Selain yang mengenai tanah, karena sudah diatur dalam UUPA, maka hak
kebendaan yang termasuk dalam kategori ini adalah ;
- Bezit ; Hak Milik (eigendom) ; Hak Memungut Hasil ; Hak Pakai ;
- Hak Mendiami
Hak atas tanah yang dengan berlakunya UUPA dinyatakan tidak berlaku lagi :
- Hak bezit atas tanah ; Hak eigendom atas tanah
- Hak servitut ; Hak opstal ; Hak erfpacht ; Hak bunga atas tanah
- Hak pakai atas tanah
Dengan berlakunya UUPA, pengganti dari hak atas tanah yang dihapus adalah :
- Hak Milik ; Hak Guna Usaha ; Hak Guna Bangunan ; Hak Pakai
- Hak Sewa untuk bangunan ; Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
- Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
- Hak guna ruang angkasa
- Hak hak tanah untuk kepentingan keagamaan dan social
b. Hak Kebendaan Yang bersifat Memberi Jaminan
Hak Gadai (pandrechts)
Hipotik
Credietverband
Privilege (piutang yang di istimewakan).
Fiducia
Ø  Perolehan Hak Kebendaan
Ada beberapa cara untuk memperoleh hak kebendaan, seperti :
a. Melaui Pengakuan
Benda yang tidak diketahui siapa pemiliknya (res nullius) kemudian didapatkan dan
diakui oleh seseorang yang mendapatkannya, dianggap sebagai pemiliknya.
- 8 -
Contohnya, orang yang menangkap ikan, barang siapa yang mendapat ikan itu dan
kemudian mengaku sebagai pemiliknya, dialah pemilik ikan tersebut. Demikian
pula halnya dengan berburu dihutan, menggali harta karun dlsb.
b.Melalui Penemuan
Benda yang semula milik orang lain akan tetapi lepas dari penguasaannya, karena
misalnya jatuh di perjalanan, maka barang siapa yang menemukan barang tersebut
dan ia tidak mengetahui siapa pemiliknya, menjadi pemilik barang yang
diketemukannya .
Contoh ini adalah aplikasi hak bezit.
c.Melalui Penyerahan
Cara ini yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh melalui penyerahan
berdasarkan alas hak (rechts titel) tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa, hibah
warisan dlsb
Dengan adanya penyerahan maka titel berpindah kepada siapa benda itu
diserahkan.
d.Dengan Daluwarsa
Barang siapa menguasai benda bergerak yang dia tidak ketahui pemilik benda itu
sebelumnya (misalnya karena menemukannya), hak milik atas benda itu diperoleh
setelah lewat waktu 3 tahun sejak orang tersebut menguasai benda yang
bersangkutan.
Untuk benda tidak bergerak, daluwarsanya adalah :
jika ada alas hak, 20 tahun
jika tidak ada alas hak, 30 tahun
e Melalui Pewarisan
Hak kebendaan bisa diperoleh melalui warisan berdasarkan hukum waris yang
berlaku, bisa hukum adat, hukum Islam atau hukum barat.
f. Dengan Penciptaan
Seseorang yang menciptakan benda baru, baik dari benda yang sudah ada maupun
samasekali baru, dapat memperoleh hak milik atas benda ciptaannya itu.
Contohnya orang yang menciptakan patung dari sebatang kayu, menjadi pemilik
patung itu, demikian pula hak kebendaan tidak berwujud seperti hak paten, hak
cipta dan lain sabagainya.
g.Dengan cara ikutan / turunan
Seseorang yang membeli seekor sapi yang sedang bunting maka anak sapi yang
dilahirkan dari induknya itu menjadi miliknya juga. Demikian pula orang yang
membeli sebidang tanah, ternyata diatas tanah itu kemudian tumbuh pohon durian,
maka pohon durian itu termasuk milik orang yang membeli tanah tersebut.
Ø  Hapusnya Hak Kebendaan
            Hak kebendaan dapat hapus / lenyap karena hal hal :
a. Bendanya Lenyap / musnah
Karena musnahnya sesuatu benda, maka hak atas benda tersebut ikut lenyap,
misalnya hak sewa atas sebuah rumah yang habis/musnah ketimbun longsoran
tanah gunung, menjadi musnah juga. Atau, hak gadai atas sebuah sepeda
motor, ikut habis apabila barang tersebut musnah karena kebakaran .
b. Karena dipindah-tangankan
Hak milik, hak memungut hasil atau hak pakai menjadi hapus bila benda yang
bersangkutan dipindah tangankan kepada orang lain.
c. Karena Pelepasan Hak
Dalam hal ini pada umumnya pelepasan yang bersangkutan dilakukan secara
sengaja oleh yang memiliki hak tersebut, seperti radio yang rusak dibuang
ketempat sampah. Dalam hal ini maka halk kepemilikan menjadi hapus dan
bisa menjadi hak milik orang lain yang menemukan radio tersebut.
d. Karena Kadaluwarsa
Daluwarsa untuk barang tidak bergerak pada umumnya 30 tahun (karena ada
alas hak), sedangkan untuk benda bergerak 3 tahun.
e. Karena Pencabutan Hak
Penguasa publik dapat mencabut hak kepemilikan seseorang atas benda
tertentu.
BAB III
PENUTUP
            Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun demikian berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat didalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia.

Sumber: